Proses
penanganan pasca panen biji kakao diawali dengan fermentasi, fermentasi merupakan proses
yang sangat menentukan kualitas dari biji kakao yang dihasilkan, karena pada
saat fermentasi terjadi pembentukan rasa dan aroma dari biji. Pada saat fermentasi terjadi perubahan
kimiawi dan biologis pada biji kakao, perubahan ini mengakibatkan pulp yang
menempel pada biji menjadi hancur, disamping itu pada saat fermentasi juga
terbentuk enzim-enzim tertentu yang akan mengurangi rasa pahit dan sepat. Pada saat fermentasi juga terjadi perubahan
warna pada keping biji, warna yang semula berwarna ungu atau putih berubah
menjadi cokelat. Hasil fermentasi pada
biji kakao dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu cara fermentasi, lama fermentasi, mikroorganisme dan lain
sebagainya.
Proses
fermentasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara di antaranya dengan
menggunakan karung dan daun pisang. Fermentasi
dengan menggunakan karung biasanya kurang bagus disebabkan oleh aerasi pada
saat fermentasi tidak lancar, selain itu pulp yang melekat pada biji susah
untuk keluar dari karung. Ada proses fermentasi yang dilakukan dengan menggunakan peti yang terbuat
dari kayu. Pada dinding peti diberi
lubang dengan diamater kurang lebih 1 cm.
Pada setiap dinding peti terdapat 80-90 lubang dengan jarak 10 cm antar
lubang. Sehingga pada saat fermentasi
sirkulasi udara menjadi lancar dan pulp yang hancur dan terlepas dari keping
biji dapat keluar melalui lubang-lubang tersebut. Selain itu, untuk memperlancar aliran udara,
maka peti disimpan di ruang setengah terbuka, sehingga pertukaran udara dapat
berlangsung dengan baik.
Proses
fermentasi ditutup dengan menggunakan karung goni. Tujuannya adalah untuk
menghambat panas yang keluar pada saat fermentasi. Karung goni juga dapat menyerap uap air yang
keluar dari proses fermentasi, sehingga uap air yang sudah keluar tidak kembali
lagi ke biji. Fermentasi dengan
menggunakan peti kayu dapat dilihat pada Gambar 1.
![]() |
Gambar 1. Fermentasi yang dilakukan di dalam peti kayu |
Peti
kayu yang digunakan memiliki dimensi 100 cm x 300 cm dan 100 cm x 150 cm dengan
tinggi peti 60 cm. Jumlah peti
keseluruhan adalah 70 peti, terdiri atas 6 peti besar dan 64 peti kecil. Peti kayu dengan dimensi besar dapat memuat
kurang lebih sebanyak 1.5 ton basah biji
kakao, sedangkan peti dengan ukuran
kecil hanya dapat menampung 750 kg biji basah. Tetapi sebenarnya
fermentasi dalam peti dengan kapasitas kecil (40 kg -50 kg) akan menghasilkan
kualitas biji yang jauh lebih bagus dan kadar asam yang terkandung dalam biji
akan turun, karena suhu dan sirkulasi udara pada proses fermentasi menjadi
lebih rata. Proses fermentasi
berlangsung 115 jam- 120 jam atau kurang lebih selama 5 hari. Fermentasi bertujuan untuk menghentikan
metabolisme biji basah agar mudah terjadi perubahan-perubahan pada biji. Perubahan tersebut meliputi perubahan warna
yang terjadi pada keping biji, peningkatan aroma dan rasa. Selain itu fermentasi juga bertujuan
melepaskan pulp yang menempel pada keping biji.
Selama proses fermentasi berlangsung,
dilakukan proses pembalikan agar proses fermentasi menjadi rata. Suhu fermentasi idealnya adalah 45 oC
tetapi setelah dilakukan pengukuran di lapangan ternyata suhu fermentasi
berkisar antara 28 oC – 47oC.
Berdasarkan
metode pengolahannya, terdapat dua
metode yang biasa digunakan dalam proses pengolahan kakao yaitu sime cadbury dan konvensional. Pada
metode sime cadbury, setelah
dilakukan pemetikan dilakukan pemeraman selama kurang lebih 5-12 hari. Setelah
itu baru dilakukan proses fermentasi. Selama
fermentasi pembalikan hanya dilakukan satu kali. Sedangkan pada metode
konvensional pembalikan dilakukan setiap hari.
Agar
proses pembalikan pada saat fermentasi mudah untuk dilakukan, kotak fermentasi disusun
bertingkat, sehingga pembalikan hanya dilakukan dengan menjatuhkan biji ke peti
kayu yang berada dibawah. Pembalikan dilakukan
1 kali dalam sehari dan dilakukan setiap hari.
Susunan peti fermentasi dapat dilihat pada Gambar 2.